Bab
1 disekulibrium sebagai masalah. Terjadinya pemisahan kerusakan lingkungan
akibat pemahaman atau paradigma kita memandang alam bukan bagian dari manusia.
Paradigma ini lahir pada abad pencerahan oleh salah seorang filsuf rasional
yaitu Rene Descartes yang mengatakan “cugito er gosum”, dan Isaac Newtoon
dengan pandangannya melihat alam sebagai mesin raksasa untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Paradigma inilah yang membuat manusia terpisah dengan alam. Terjadilah
kerusakan lingkungan atau pada buku ini dia mengatakan disekuilibrium atau
ketidakseimbangan alam oleh lovelock. Kerusakan lingkungan terjadi karena
perilaku manuisa yang eksploitatif, dan perilaku manusia modern yang ingin
berkuasa dan mengutamakan kepuasan diri mereka. Menurut leopold
ketidakseimbangan terjadi karena kepesatan teknologi atau
hiper-industrialisasi. Keseimbangan alam akan terjadi ketika kita memahami
relasi ontologis antara manusia dengan alam.
Bab 2 mematahkan antroposentrisme.
Gugatan Aldo Leopold (etika tanah) terhadap paradigma konservasi manusia modern
yaitu konservasi merupakan sumber daya yang memberikan manfaat untuk kehidupan
manusia, menurut Leopold konservasi merupakan kegiatan harmonis antara manusia
dengan alam. Yang menarik dari Leopold yaitu metode penyampaianya menyerupai
catatan observasi seorang naturalis. Ia menceritakan pengalamanya di tengah
hutan liar Wiscon(amerika) dengan keindahan yang menakjubkan tidak tersentuh
oleh modernisasi. Menjelang akhir bukunya dengan nada sedih dia menulis
kematian terhadap hutan liar yang dahulu pernah ada “Hutan belantara merupakan
komponen yang mulanya alami, tetapi dirusak manusia dengan artefak/temuan yang
disebut peradaban” Leopold menilai, berkembangnya peadaban tidak berbnading
lurus dengan bijakya masyrakat dalam memahami keseimbangan alam. Tujuan
membangun kebudayaan agar maju, namun menerima pandangan bahwa alam itu benda
mati. Dalam teori Etika tanah Leopold ia menggunakan konsepsi baru untuk
memahami tanah, meminjam cerita Odisseus guna menggambarkan perlakuan manusia
mengklaim properti terhadap sesuatu. Diceritakan Odisseus memiliki belasan
budak perempuan, ia dengan mudahnya menghukum mati mereka lantaran ada
desas-desus perilaku kurang pantas gadis-gadis di istana. Itu merupakan cerita
Leopold dalam menilai etika tanah sebagai ilmu. Sulit menghubungkan antara
relasi manusia engan tanah, dan mahluk hidup lainnya, tanah, tidak lebih dari
perempuan budak perempuan Odessius. Leopold menggunakan piramida tanah juga
dalam menjelaskan etika tanah.
Argumen ekologi dalam oleh Naes.
Naes membedakan antara ekologi dangkal dan ekologi dalam. Hal fundamental
perbedaan antara keduanya yaitu pada aktivisme. Bagi naes dan lovelock bumi tidak
dipandang sebagai benda mati atau sumber daya bagi manusia tetapi bumi memiliki
keseimbangan yang teramat penting bagi kelangsungan setiap spesies yang
bergantung padanya. Tidak hanya itu, naes juga ingin mengatasi problem
pemisahan antara akal dan emosi. Manusia diunggulkan karena kemampuan akalnya,
akan tetapo dengan kemampuan itu dia mampu mereduksi alam sebagai benda mati.
Bab
3 husserl dan fenomenologi. Berawal dari ketidakcukupan metode yang ada.
Husserl mengatasi pendekatan baru yakni fenomenologi. Gagasan ini
dilatarbelakangi karena betapa rancunya pengetahuan tentang dunia, ia mengkaji
kembali bagaimana proses kesadaran mengetahui, mengingat, serta mencetuskan
relasi dengan objek. Dalam investigasinya, ia menyadari bahwa pendekatan ilmiah
tidak menguak secaraendalam tentang subjek maupun objek. Husserl menyebut
filsafatnya dengan fenomenologi murni (pure phenomenology), yang menandai
pencarian relasi lebih murni subjek dengan objek. (Hal 42)
Bab
4 membedah konsep ontologi Merleua ponty. Selama filsafat modern dikukuhkan
dengan kehadiran Descartes, pemahaman utama tubuh selalu dikontraposisikan
dengan jiwa atau pikiran. Delapan itu, kaum empiris secara sempit menempatkan
tubuh sebagai instrumen mencari pengetahuan. Yang utama dalam Merleua Ponty yaitu
bagaimana dia mengkritik pemahaman manusia modern mengenai persepsi. Persepsi
menurut manusia modern yaitu bagaimana manusia menggunakan panca inderanya
sebagai alat menerima informasi dari dunia objektif. Menurut Marleua Ponty
persepsi tidak saja subjek mendengarkan suara, melihat sesuatu, menyentuh
objek, lebih dari itu persepsi berarti memiliki kesadaran tentang kualitas yang
didendangkan. Kesadaran jangan diartikan kesadaran murni oleh subjek namun
pemahaman tentang objek adalah pengalaman subjek bersinggungan dengan properti
dari objek tersebut. Pemahaman atas properti dari objek harus disadari melalui
pengalaman atau inderawi pengalaman. Sepeti halnya warna kuning, sesuatu
dikatakan kuning adalah definisi yang dicantumkan untuk menjelaskan warna tertentu.
Hal yang dialami adalah properti dari objek tersebut. Ia melanjutkan, hal yang
disaksikan dan didefinisikan memang bersumber dari objek. Namun hal yang murni
dari objek itu sendiri tetap menjadi kualitas tersembunyi dari objek. Maka dari
Marleua Ponty menolak sensasi murni yang dipahami empirisme karena hal yang
diketahui hanya sebagian dari sesungguhnya utuh pada objek. Apakah tubuhku
suatu objek? Pertanyaan ini muncul dari
Marleua Ponty. Menurut ia mudah bagi seseorang seseorang mengatakan itu buku,polpen
dsb, lantaran hal yang disaksikan dapat dibedakan dari subjek. Marleua Ponty
mengatakan "aku tidak dapat dipisahkan dari tubuhku" melalui tubuh,
aku mengetahui tentang dunia diluar dari diriku. Kembali ke pertanyaan awal.
Apakah tubuh subjek? Definisi objek adalah sesuatu yang ada dihadapan atau yang
muncul dipersepsikan. Pertanyaan apakah tubuh sesuatu yang ada dihadapan
diri?(hal 76) dapat dikatakan tubuh itu sat dengan kesadaran. Jadi akal bukan
hanya dia yang dapat mempersepsikan sesuatu hal tapi bagaiman tubuh berperan
dengan hal itu.
Bab
5 ekofenomenologi dan Heidegger. Gagasan utama Heidegger yaitu subjek tidak
terpisahkan dengan dunia. Paham fenomenologi eksistensialistik Heidegger
mengatakan manusia terjerembab ke dalam dunia. Melalui keterjatuhan itu ia
harus bertahan hidup, survivalitasnya menunjukkan otensistasnya. Melalui
pendekatan Heidegger inilah problem ketidakseimbangan dengan alam dapat
terkuak. Ada dua penulusuran yang dilakukan pertama teknologi, kedua persoalan
subjek sebagai dweller(pemukim).
Eco
atau oikos yang berarti tempat tinggal, tempat bernaung, rumah. Fenemenologi
yakni salah satu metode filsafat mengkaji fenomena serta relasi antar subjek
dengan objek. Fenomena lingkungan berarti bagaimana memahami ekosistem sebagai fen,
bukan objek yang terlepas dari subjek, tetapi fenomena yang mensyaratkan adanya
internasionalitas antara subjek dengan objeknya.
0 komentar:
Posting Komentar