Blog Resmi Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin

Laman

Sabtu, 17 Agustus 2019

Review Buku Ekofenomenologi

Oleh : Raja Lantera





Bab 1 disekulibrium sebagai masalah. Terjadinya pemisahan kerusakan lingkungan akibat pemahaman atau paradigma kita memandang alam bukan bagian dari manusia. Paradigma ini lahir pada abad pencerahan oleh salah seorang filsuf rasional yaitu Rene Descartes yang mengatakan “cugito er gosum”, dan Isaac Newtoon dengan pandangannya melihat alam sebagai mesin raksasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Paradigma inilah yang membuat manusia terpisah dengan alam. Terjadilah kerusakan lingkungan atau pada buku ini dia mengatakan disekuilibrium atau ketidakseimbangan alam oleh lovelock. Kerusakan lingkungan terjadi karena perilaku manuisa yang eksploitatif, dan perilaku manusia modern yang ingin berkuasa dan mengutamakan kepuasan diri mereka. Menurut leopold ketidakseimbangan terjadi karena kepesatan teknologi atau hiper-industrialisasi. Keseimbangan alam akan terjadi ketika kita memahami relasi ontologis antara manusia dengan alam.
            Bab 2 mematahkan antroposentrisme. Gugatan Aldo Leopold (etika tanah) terhadap paradigma konservasi manusia modern yaitu konservasi merupakan sumber daya yang memberikan manfaat untuk kehidupan manusia, menurut Leopold konservasi merupakan kegiatan harmonis antara manusia dengan alam. Yang menarik dari Leopold yaitu metode penyampaianya menyerupai catatan observasi seorang naturalis. Ia menceritakan pengalamanya di tengah hutan liar Wiscon(amerika) dengan keindahan yang menakjubkan tidak tersentuh oleh modernisasi. Menjelang akhir bukunya dengan nada sedih dia menulis kematian terhadap hutan liar yang dahulu pernah ada “Hutan belantara merupakan komponen yang mulanya alami, tetapi dirusak manusia dengan artefak/temuan yang disebut peradaban” Leopold menilai, berkembangnya peadaban tidak berbnading lurus dengan bijakya masyrakat dalam memahami keseimbangan alam. Tujuan membangun kebudayaan agar maju, namun menerima pandangan bahwa alam itu benda mati. Dalam teori Etika tanah Leopold ia menggunakan konsepsi baru untuk memahami tanah, meminjam cerita Odisseus guna menggambarkan perlakuan manusia mengklaim properti terhadap sesuatu. Diceritakan Odisseus memiliki belasan budak perempuan, ia dengan mudahnya menghukum mati mereka lantaran ada desas-desus perilaku kurang pantas gadis-gadis di istana. Itu merupakan cerita Leopold dalam menilai etika tanah sebagai ilmu. Sulit menghubungkan antara relasi manusia engan tanah, dan mahluk hidup lainnya, tanah, tidak lebih dari perempuan budak perempuan Odessius. Leopold menggunakan piramida tanah juga dalam menjelaskan etika tanah.
            Argumen ekologi dalam oleh Naes. Naes membedakan antara ekologi dangkal dan ekologi dalam. Hal fundamental perbedaan antara keduanya yaitu pada aktivisme. Bagi naes dan lovelock bumi tidak dipandang sebagai benda mati atau sumber daya bagi manusia tetapi bumi memiliki keseimbangan yang teramat penting bagi kelangsungan setiap spesies yang bergantung padanya. Tidak hanya itu, naes juga ingin mengatasi problem pemisahan antara akal dan emosi. Manusia diunggulkan karena kemampuan akalnya, akan tetapo dengan kemampuan itu dia mampu mereduksi alam sebagai benda mati.
Bab 3 husserl dan fenomenologi. Berawal dari ketidakcukupan metode yang ada. Husserl mengatasi pendekatan baru yakni fenomenologi. Gagasan ini dilatarbelakangi karena betapa rancunya pengetahuan tentang dunia, ia mengkaji kembali bagaimana proses kesadaran mengetahui, mengingat, serta mencetuskan relasi dengan objek. Dalam investigasinya, ia menyadari bahwa pendekatan ilmiah tidak menguak secaraendalam tentang subjek maupun objek. Husserl menyebut filsafatnya dengan fenomenologi murni (pure phenomenology), yang menandai pencarian relasi lebih murni subjek dengan objek. (Hal 42)
Bab 4 membedah konsep ontologi Merleua ponty. Selama filsafat modern dikukuhkan dengan kehadiran Descartes, pemahaman utama tubuh selalu dikontraposisikan dengan jiwa atau pikiran. Delapan itu, kaum empiris secara sempit menempatkan tubuh sebagai instrumen mencari pengetahuan. Yang utama dalam Merleua Ponty yaitu bagaimana dia mengkritik pemahaman manusia modern mengenai persepsi. Persepsi menurut manusia modern yaitu bagaimana manusia menggunakan panca inderanya sebagai alat menerima informasi dari dunia objektif. Menurut Marleua Ponty persepsi tidak saja subjek mendengarkan suara, melihat sesuatu, menyentuh objek, lebih dari itu persepsi berarti memiliki kesadaran tentang kualitas yang didendangkan. Kesadaran jangan diartikan kesadaran murni oleh subjek namun pemahaman tentang objek adalah pengalaman subjek bersinggungan dengan properti dari objek tersebut. Pemahaman atas properti dari objek harus disadari melalui pengalaman atau inderawi pengalaman. Sepeti halnya warna kuning, sesuatu dikatakan kuning adalah definisi yang dicantumkan untuk menjelaskan warna tertentu. Hal yang dialami adalah properti dari objek tersebut. Ia melanjutkan, hal yang disaksikan dan didefinisikan memang bersumber dari objek. Namun hal yang murni dari objek itu sendiri tetap menjadi kualitas tersembunyi dari objek. Maka dari Marleua Ponty menolak sensasi murni yang dipahami empirisme karena hal yang diketahui hanya sebagian dari sesungguhnya utuh pada objek. Apakah tubuhku suatu objek?  Pertanyaan ini muncul dari Marleua Ponty. Menurut ia mudah bagi seseorang seseorang mengatakan itu buku,polpen dsb, lantaran hal yang disaksikan dapat dibedakan dari subjek. Marleua Ponty mengatakan "aku tidak dapat dipisahkan dari tubuhku" melalui tubuh, aku mengetahui tentang dunia diluar dari diriku. Kembali ke pertanyaan awal. Apakah tubuh subjek? Definisi objek adalah sesuatu yang ada dihadapan atau yang muncul dipersepsikan. Pertanyaan apakah tubuh sesuatu yang ada dihadapan diri?(hal 76) dapat dikatakan tubuh itu sat dengan kesadaran. Jadi akal bukan hanya dia yang dapat mempersepsikan sesuatu hal tapi bagaiman tubuh berperan dengan hal itu.
Bab 5 ekofenomenologi dan Heidegger. Gagasan utama Heidegger yaitu subjek tidak terpisahkan dengan dunia. Paham fenomenologi eksistensialistik Heidegger mengatakan manusia terjerembab ke dalam dunia. Melalui keterjatuhan itu ia harus bertahan hidup, survivalitasnya menunjukkan otensistasnya. Melalui pendekatan Heidegger inilah problem ketidakseimbangan dengan alam dapat terkuak. Ada dua penulusuran yang dilakukan pertama teknologi, kedua persoalan subjek sebagai dweller(pemukim).

Eco atau oikos yang berarti tempat tinggal, tempat bernaung, rumah. Fenemenologi yakni salah satu metode filsafat mengkaji fenomena serta relasi antar subjek dengan objek. Fenomena lingkungan berarti bagaimana memahami ekosistem sebagai fen, bukan objek yang terlepas dari subjek, tetapi fenomena yang mensyaratkan adanya internasionalitas antara subjek dengan objeknya.

Share:

Tentang BEM KEMA Faperta Unhas


BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA
KELUARGA MAHASISWA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

                                                            Logo KEMA Faperta Unhas



SEJARAH 

Lembaga kemahasiswaan adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa kearah perluasan wawasan dan peningkatan kecendekiawanan serta integritas kepribadian untuk mencapai tujuan Pendidikan tinggi. Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin yang secara sadar merupakan bagian integral mahasiswa Indonesia mempunyai tanggung jawab moril untuk mengetahui dan melaksanakan fungsi dan peran sebagai mahasiswa. Sadar akan peran, posis dan tanggung jawab mahasiswa fakultas pertanian universitas hasanuddin maka perlu menyatukan diri dalam sebuah kelembagaan sebagai wadah pengoptimalisasi potensi yang dimiliki. Untuk menyalurkan potensi yang dimilii maka terbentuk wadah yang dinamakan keluarga mahasiswa fakultas pertanian universitas hasanuddin yang berdiri pada tanggal 25 september 1993 di ruang majelis Fapertahut. 



 TUJUAN


Mewujudkan insan akademis, pemersatu, dan pembaharu demi terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang berkeadilan yang diridhoi Tuhan Yang Maha Esa”.



VISI DAN MISI KEPENGURUSAN 2019/2020


VISI
BEM Kema Faperta Unhas sebagai ruang pembaharu dalam poros wacana dan gerak progresif dengan berdasarkan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

MISI
1.      Bem Kema Faperta Unhas sebagai laboratorium social dalam pengembangan intelektualisasi lewat literasi dan diskusi
2.      Optimalisasi potensi kader dengan menjadikan Bem Kema Faperta Unhas sebagai ruang kritis dan aktualisasi minat dan bakat
3.      Pengorganisasian wacana dan kolektifitas gerak dengan semangat inklusifitas baik dalam lingkup internal maupun ekternal kampus
4.      Mengembang inovasi dan kerjasama dibidang keilmuan, riset dan advokasi baik organisasi intra maupun ekstra kampus
5.      Mengoptimalkan peran media dalam distribusi informasi





Startegi Kerja Kepengurusan 2019/2020
Berdasarkan visi dan misi yang kami tuliskan di atas, maka kami mengupayakan suatu strategi kerja dari tiap misi, sebagai berikut:
1.      Bem kema Faperta sebagai laboratorium sosial dalam pengembangan intelektualitas lewat literasi dan diskusi
Melihat kondisi bem kema faperta uh yang masih perlu dalam pengembangan iklim literasi dan diskursus lewat metode-metode bersifat edukatif. salah satu Hal yang mendukung dalam pengembangan kapasitas keilmuan seperti pengadaan perpustakaan mini gantung di dinding sekretariat Bem dan pengadaan ruang diskusi non formal dengan pemanfaatan ruang disekitaran sekretariat yang bernuansa ekologis.
2.    Optimalisasi potensi kader dengan menjadikan bem kema faperta sebagai ruang kritis dan aktualisasi minat dan bakat.
Sebagai bentuk perwujudan Lembaga
1.      Melakukan pendekatan strukturasi yang berkelanjutan demi terwujudnya Kema           Unhas yang sejahtera dalam hal keterampilan, intelektualitas, emosional dan spiritual.
Seringkali kegiatan kegiatan non struktural diabaikan oleh pengurus lembaga kemahaiswaan dan lebih senang ketika bersifat formal hal tersebut dalam prespektif strukturasi dipandang sebagai kekeliruan. Karena mesti harus berjalan beriringan dalam membangun kultur. Sehingga memungkinkan terciptanya kondisi ideal dalam hal pemahaman keilmuan dan advokasi.
Hal-hal yang bersifat spiritua juga seringkali diabaikan dalam lingkup KemaUnhas. Semisal dalam program kajian tentang agama. Hal tersebut menurut hemat kami menciderai pemahaman spiritual kita sehingga perlu adanya. 
Untuk mewujudkan srategi tersebut, maka perlu ada divisi pendidikan dan pelatihan (Diklat) untuk mengontrol kerja-kerja nonstruktural, melibatkan pengurus dalam hal menjadi agen yang memiliki kesadaran praktis. Selain menghidupkan diskusi dalam hal keseharian yang sifatnya nonstruktural sebagai seorang agen yang dapat merangkul agen yang tidak terikat sebagai pengurus,











Share:
Diberdayakan oleh Blogger.

Comments

Recent

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Cari Blog Ini

Pages - Menu