Hari Selasa, 03 September 2019, ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa Universitas Hasanuddin (SM-UH) menggelar aksi massa di Gedung Rektorat Universitas Hasanuddin. Aksi massa yang berlangsung damai tersebut memuat sejumlah tuntutan, diantaranya; (1) Mencabut Surat keputusan/Putusan Sidang: Dekan FISIP, FEB, dan FHUT tentang pemberhentian sementara kegiatan Organisasi Kemahasiswaan, (2) Mengaktifkan/mengakui kembali KEMA FAPERTA-UH dan KMFIB-UH, (3) Meninjau kembali Peraturan Rektor Universitas Hasanuddin No. 1831/UN4.1./KEP/2018 tentang Organisasi Kemahasiswaan, dan (4)Selama Proses Peninjauan Kembali, segala bentuk kegiatan kemahasiswaan tetap berjalan/tidak dihambat.
Mengusung tema “Darurat PR Ormawa”, beberapa varian aksi pun diterapkan selama kegiatan berlangsung. Massa aksi mengenakan almamater merah, memulai parade satire dengan mengelilingi setiap fakultas sembari mengajak mahasiswa untuk ikut dalam barisan, dan membagikan selebaran. Setelah melakukan parade satire, massa aksi SM-UH langsung menuju gedung rektorat. Sekitar pukul 13.30 Wita, massa aksi tiba di depan Gedung Rektorat. Dengan membentangkan spanduk utama, bertuliskan ‘Tinjau Kembali PR-Ormawa’, massa aksi membuat simpul, dan menyanyi bersama “wahai rektor, kami datang tuk menuntut keadila”. Keramaian tersebut diiringi dengan alat musik tradisional, berupa gendang dan pui-pui’. Selain parade satire, varian aksi lainnya ditandai dengan dibukanya panggug bebas ekspresi oleh Jendral Lapangan (Jenlap) aksi. Massa aksi pun bergantian menyampaikan aspirasinya melalui orasi ilmiah, puisi, teatrikal, dan bernyanyi bersama.
Kurang lebih 2 jam panggung bebas ekspresi berlangsung, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni (WR 3) angkat bicara. Dengan penyampaian bahwa rektor tidak ada di tempat dan tidak bisa memberikan jaminan bahwa rektor saat itu bisa menemui massa aksi. Akhirya lobby pun dilakukan oleh para ketua-ketua lembaga dengan WR 3 dengan harapan bahwa WR 3 dapat memastikan kedatangan rektor hingga menemui massa aksi untuk merespon tuntutan terkait Polemik Ormawa. Namun, WR 3 tetap tidak bisa menjamin kedatangan rektor.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9VMo3nVvHXeHrGpcE5xGLZbCmoNSJyFfaDBrPrIcL_NN5Ru1p67hCURkU6M3GNfTRMHMayn3vzKLPLH3tgn9Tuj-Q8F96-1G7Cq-WvdqKweFnir2d9buSa27LwPu3DuwdbUhMECRE841a/s320/Aksi+so.png)
Tidak adanya kepastian waktu bahwa rektor akan datang dan menemui massa aksi, membuat massa aksi masuk ke dalam rektorat, dan memulai pendudukan dibawah koordinasi Jenlap dan korlap setiap fakultas. Setelah massa aksi tiba di dalam rektorat, WR 3 pun kembali menemui massa dan menyampaikan bahwa rektor akhirnya bersedia menemui dan berdialog dengan massa aksi. Massa aksi yang masuk ke dalam ruang rektorat dengan damai tetap diragukan oleh pihak WR 3 dengan menambahkan satu syarat untuk berdialog. Syarat tersebut ialah Jenlap bersama ketua-ketua Lembaga Mahasiswa menandatangani surat pernyataan perihal kesediaan dihadiahi sanksi skorsing/drop out jika massa aksi melakukan keributan atau tindakan yang dapat mencederai pimpinan universitas (Rektor) selama dialog berlangsung. Sebelum syarat diterima, massa aksi mengajukan pertanyaan, “bagaimana jika keributan disebabkan oleh Satpam dan atau pegawai rektorat?” WR 3 akhirnya mempertegas, “taruhannya adalah saya, saya yang dipecat”. Akan tetapi, pernyataan WR3 tersebut tidak termuat dalam surat pernyataan, bahkan ketika dimintai untuk bertandatangan sebagi pihak ke-2, redaksinya sebatas mengetahui.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzdZwjchYJfiE1nKmv5LI6Xx82VZYE5em2n0Rr9YlKogxcH__7dVnKV2kBoGGMssAgTEQAX40XZc6hjWMMIAlz_rK2dlsxeU3c_kO_K51xUJZeWzd7OXZseClnTdiwOV_nW2bFDwlkmSjl/s320/IMG_9570.JPG)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHrYp6awtVP9PRHMjJHoVTztBFWWcSkENzYgH9jgauc8QSBam4NoE-KRtGt5MgTY-LHL5E5FSqUk-lEKMEPSfN2ocxHu0x65__cpzevEWxYJ0gZxaxrkzbZ5oJ0NQTPwEz7FwCLv1ZSsKj/s320/IMG_9689.JPG)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg4XZrJmsst6x6ipWM5THt1e81BH0F0pW-Wz9Ecmc47P3XXR6KeCEt64ZpTnbSRgL5_HIYUfH-Tsoop5_U9Lkgnab0SnEz3oz9um03Lz8tPuM7zEJN1zrKYHR4HnSMwh7sOukVN3m6Hlc5X/s320/IMG_9735.JPG)
Sekitar pukul 17.51 Wita, rektor pun datang dan berdialog dengan para ketua-ketua Lembaga Mahasiswa. Hasil dari dialog tersebut, yaitu:
1. Tidak ada lembaga yang dimatikan atau dibekukan bagi yang menolak PR ORMAWA. 2. Dalam pelaksaan kegiatan kemahasiswaan tetap dijalankan, namun terdapat batasan bagi lembaga kemahasiswaan yang belum disahkan atau belum menerima PR ORMAWA (seperti administrasi pelaksanaan kegiatan yang harus dipertanggungjawbakan tetap dalam payung hukum PR-Ormawa maupun administrasi keuangan). 3. Akan dibukakan forum terkait penerapan PR ORMAWA, maupun bagi lembaga yang belum mengakui PR ORMAWA. Forumnya melibatkan para petinggi lembaga kemahasiswaan dan Dekan, WD 3 tiap fakultas. 4. Untuk kejelasan informasi (waktu dan tempat) forum pada point (3) akan disampaikan kemudian melalui WR 3 atau yang mewakili. 5. Tidak ditanda-tanganinya draft tuntutan.
Di penghujung dialog, salah satu petinggi lembaga menanyakan tentang kejelasan muatan pembahasan pada forum yang dijanjikan oleh Rektor. “Nanti di forum lanjutan itu, kembali akan dibahas draft tuntutan yang kami bawa?” tanyanya dengan tegas. Namun pertanyaan itu dipotong langsung oleh Rektor “iya, yang dibahas implementasi pr ormawa”. Kemudian saudara penanya kembali melanjutkan, “….dan beberapa persoalan studi kasus yang terjadi?” hal ini pun ditanggapi oleh salah satu pegawai “bukan pr ormawanya, tapi implementasi, kalau pr ormawanya tidak bisa mi diubah itu” tegas pegawai yang saat itu berada di sebelah kiri Rektor. Berikutnya, hal tersebut dipertegas kembali oleh Rektor “implementasi pr ormawa yah”. Sebelum akhirnya meninggalkan forum dialog tersebut.
Pada pukul 18:14 Wita, Rektor beserta jajarannya meninggalkan lantai dasar rektorat, juga para petinggi lembaga langsung beranjak keluar dari gedung rektorat dan menyampaikan hasil dialog kepada massa aksi. Setelah petinggi lembaga menyampaikan hasil dialog bersama rektor, massa aksi pun beranjak meninggalkan rektorat, dan melakukan evaluasi.
Demikian release ini, sebagai kesimpulan, tuntutan untuk pencabutan SK pemberhentian kegiatan, tidak ada bentuk jaminan, hanya pernyataan verbal bahwa tidak ada pembekuan. Selanjutnya, tuntutan peninjauan kembali PR-Ormawa, justru malah implementasinya semakin diperketat. Alhasil tuntutan yang dibawa sejak awal oleh Solidaritas Mahasiswa Unhas, tidak terpenuhi.
Makassar, 4 September 2019
Tertanda, Humas, Jendral Lapangan, dan Ketua-ketua lembaga.